Senin, Maret 17, 2008

Demam Investasi Dinar Irak

Dikutip dari : http://www.pembelajar.com

Beberapa waktu lalu saya mendapatkan email dari Pak Sutrisno dari Gresik: “Di kantor tempat saya bekerja orang sedang beramai-ramai berburu dinar Irak. Menurut mereka, investasi dalam dinar akan sangat menguntungkan. Sebelum perang Irak, nilai tukar dinar katanya lebih dari tiga dollar AS, sedangkan sekarang nilainya kurang dari seperlimaratus sen dollar. Menurut mereka, sebentar lagi Presiden Bush harus lengser dan Amerika kemungkinan besar akan mundur dari Irak. Dengan demikian dinar Irak akan pulih. Berarti, investasi pada dinar akan menghasilkan laba ribuan kali. Saya sungguh tergoda, tetapi apakah benar ada investasi yang memberikan untung ribuan kali?”

Benar, Anda semua juga pasti tahu bahwa saat ini demam dinar Irak memang sedang melanda berbagai belahan dunia, mulai dari pojok-pojok kota di Pakistan, Indonesia, Amerika dan banyak negara di dunia. Cara berpikir para spekulan itu sama persis, yakni bahwa nilai tukar dinar Irak sekarang sudah sangat luar biasa murahnya, ratusan ribu persen di bawah nilai tukar sebelum Sadham Hussein digulingkan. Mereka berpikir dinar tidak mungkin turun lebih rendah lagi, sehingga satu-satunya kemungkinan adalah menguat.

Di Indonesia sama saja. Pedagang ramai berjualan dinar, pembeli berebut. Ada teman saya yang enggan membeli dari pasar dalam negeri dan memilih untuk membeli dinar dari luar negeri. Setiap kali ada teman pergi keluar negeri, terutama ke daerah Timur Tengah, oleh-oleh yang dimintanya adalah dinar Irak.

Bagaimana kita harus menyikapi investasi ini? Bagaimana prospeknya? Bagaimana risikonya? Sampai saat ini yang selalu digembar-gemborkan adalah potensi keuntungannya. Hampir tidak ada yang menyajikan risiko dari investasi. Demi netralnya saya memakai istilah itu, bukan spekulasi atau judi. Ini normal, karena sumber “analisa” umumnya berasal dari para pedagang, bukan dari pihak netral.


Tugas saya justru untuk mengingatkan bahwa kita perlu kembali ke prinsip dasar investasi: potensi untung sebanding dengan potensi rugi. Apakah saya meragukan bahwa dinar Irak akan kembali ke nilai sebelum perang? Bukan itu yang ingin saya katakan. Yang ingin saya katakan hanyalah bahwa kita perlu menyadari risiko dari setiap investasi.

Karena itu marilah kita melihat dari sisi positifnya dulu, yakni faktor-faktor apa saja yang mendukung investasi itu. Pertama, analisa teknikal yang banyak dipakai orang dalam kasus ini mungkin benar. Dinar sudah sampai pada titik nadir-nya, sehingga tidak mungkin turun lagi. Satu-satunya kemungkinan adalah naik, entah sampai ke level berapa.

Kedua, mungkin juga benar bahwa Amerika dan pasukan koalisi akan segera menarik pasukannya keluar dari Irak sehingga Irak akan bisa mengatur ekonominya sendiri. Banyak pihak menilai kemungkinan itu cukup besar, apalagi setelah George Bush tidak lagi menjadi presiden AS setelah pemilu mendatang. Kalau ini yang terjadi, Irak akan kembali bisa mengeksploitasi minyaknya, dan negara itu akan mendapatkan momentum yang baik di tengah harga minyak dunia yang terus melambung. Kalau sekarang harga minyak sudah mencapai sekitar US$90 per barrel, berapa harga minyak setelah Amerika dan pasukan koalisi keluar dari sana? Ini akan jadi mesin uang Irak.

Ketiga, pembangunan kembali Irak pasti akan mendatangkan banyak dukungan investor asing karena bagaimana pun juga ada begitu banyak potensi di dalam negeri Irak. Kemakmuran Irak akan berarti peluang bisnis yang lebih besar bagi investor yang lebih dulu datang ke negeri itu.

Keempat, dari berbagai laporan Bank Sentral Irak tampak terus berusaha keras untuk menahan laju inflasi, musuh besar satu perekonomian yang sedang dilanda krisis. Kalau bank sentral itu sukses mengendalikan inflasi, dampaknya pasti akan sangat positif bagi nilai tukar mata uang setempat.

Faktor Risiko

Tentu saja kita masih bisa menggali banyak alasan yang mendukung investasi pada dinar. Namun sekali lagi tugas saya justru mengingatkan risikonya karena sudah terlalu banyak sisi positif yang dikupas. Mari kita membuat analisa sederhana dengan membuat beberapa pertanyaan, dan silakan Anda sendiri yang menjawab. Pertanyaan pertama dimulai dari logika pasar. Kalau Anda punya satu asset yang Anda yakin dalam tiga tahun nilainya akan naik 1000 kali lipat, apakah Anda akan menjualnya? Jangankan 1000 kali lipat, naik 100 kali lipat saja, apakah Anda masih mau menjualnya? Jadi, mengapa masih banyak orang yang menjual dinar kalau mereka sendiri sangat yakin bahwa dalam tiga tahun akan untung ratusan atau ribuan kali? Gampangnya saja, saat ini anda punya satu unit rumah dan rumah itu akan menjadi seratus unit, atau bahkan seribu unit dalam tiga tahun, masihkah Anda ingin menjualnya? Baiklah, tidak usah ekstrim menjadi seratus rumah, tetapi menjadi sepuluh. Masih ingin menjual?

Kedua masih dalam rangka logika pasar, normalnya harga produk investasi juga ditentukan oleh ekspektasi. Contohnya, harga saham Barito Pacific sekarang ini lebih dari Rp4000. Padahal untung per sahamnya hanya Rp15. Mengapa orang mau beli saham perusahaan itu dengan harga Rp4.000? Alasannya sederhana, karena orang punya harapan bahwa tahun depan atau dua tahun lagi perusahaan ini akan untung jauh lebih besar. Jadi harga sekarang bergerak naik sampai ke angka yang “tidak masuk akal”, karena faktor harapan tadi. Pertanyaan saya, mengapa harga dinar sekarang tidak melakukan penyesuaian terhadap harapan tadi? Kalau diyakini dinar akan menguat ribuan kali, mengapa sekarang harganya relative tetap? Kalau si A yakin harga sebutir jagung tahun depan sebesar Rp10.000, dia pasti akan rela membeli dengan harga, katakanlah Rp5.000 walaupun di pasar harganya hanya Rp2.000. Jadi, mengapa harga dinar masih juga murah?

Ketiga, katakan saja presiden Amerika mundur dari Irak, siapa bisa memastikan ekonomi negara itu langsung akan pulih? Perang sudah dengan kejam menghancurkan segalanya. Infrastruktur di Irak sudah hancur. Utang luar negeri nenara itu mencapai US$125 miliar. Dan yang lebih parah, di dalam Irak sendiri ada faksi-faksi yang belum tentu akan langsung saling bergandengan tangan membangun kembali negeri itu. Di luar itu, siapa yang membentuk pemerintahan Irak sekarang? Amerika, bukan? Apakah rakyat Irak akan “happy” dengan pemerintahan sekarang kalau Amerika sudah hengkang? Kalau mereka tidak happy, apakah pemerintahan dan kehidupan bernegara akan stabil? Kalau di Irak ada sejumlah faksi yang saling berseberangan, bisakah mereka duduk bersama mengelola negara? Silakan jawab sendiri.

Keempat, kalau pasukan koalisi nanti mundur, bagaimana dengan persoalan “lama” dengan perbatasan? Iran yang pamornya di tingkat internasional kian melambung adalah tetangga dekat yang banyak punya persoalan dengan Irak, terutama menyangkut perkara-perkara kriminal di daerah perbatasan.

Kelima, saat ini dinar bukanlah mata uang yang diperdagangkan bebas karena keputusan bank sentral setempat. Lihat saja, apakah ada perdagangan dinar antarbank? Apakah dinar masuk dalam papan-papan perdagangan di bursa-bursa dunia? Tentu saja bank sentral setempat punya banyak pertimbangan, ekonomi dan politik, mengapa tidak membebaskan saja perdagangan mata uangnya dan secara ekonomi keputusan itu pasti mendapatkan banyak dukungan. Pada titik ini ada banyak pertanyaan yang bisa dikemukakan, tetapi saya hanya ingin mengajak Anda berpikir praktis dan sederhana saja. Katakan saja nilai dinar yang Anda pegang kelak naik. Lantas kepada siapa Anda akan menjualnya? Apakah “Bandar” Anda (atau situs internet yang menjual) akan mau membeli kembali? Kalau mau, bukankah aneh karena ada pedagang yang menjual murah untuk kemudian membeli pada harga yang mahal? Kalau mau menjual ke bank, bank mana yang berani membeli kalau bank sentral Irak menyatakan bahwa dinar Irak tidak untuk diperdagangkan?

Nah, silakan Anda menimbang-nimbang sendiri untung dan rugi investasi pada dinar. Saya sendiri, kalau ada modal dan punya akses terhadap sumber dinar, tentu akan memilih menjadi penjual dinar saat ini karena pasarnya memang sedang hot.[her]

* Her Suharyanto adalah penulis lepas dan editor ekonomi. Ia dapat dihubungi di: her_suharyanto@hotmail.com.

Dikutip dari www.pembelajar.com