Kamis, Maret 27, 2008

DEPUTI GUBERNUR BI BUAH KADERISASI YANG CUKUP MUMPUNI

Sumber Data : http://www.infobanknews.com

InfoBankNews.com, Dua Deputi Guburnur BI memiliki kapasitas di bidang masing-masing. Budi Mulya unggul di moneter, Ardhayadi cukup menonjol di perbankan. Dua calon yang tertunda siap bersaing pada 2008. BI ingin menjadikan Dewan Gubernur sebagai the dream team. Tb. Rully Ferdian

SUDAH bisa diprediksi sebelumnya, Budi Mulya dan Ardhayadi Mitroatmodjo akan menduduki posisi Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk masa jabatan 2007 hingga 2012. Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) yang melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap para colon Deputi Gubernur BI mengumandanglan kor yang sama terhadap para calon Deputi Gubernur BI.

Bahkan, proses berlangsungnya pemilihan juga terbilang cepat dalam sejarah pemilihan calon Deputi Gubernur BI. Terpilihnya Budi Mulya dan Ardhayadi memang tidak terlepas dari pengalaman keduanya yang pernah ikut dalam pemilihan Deputi Gubernur BI pada 2006. Saat itu, Budi Mulya dikalahkan Muliaman D. Hadad, sedangkan Ardhayadi dikalahkan Budi Rochadi. Begitu pula dengan Siti Ch. Fajrijah yang terpilih secara aklamasi saat bersaing melawan Krisna Wijaya pada 2005. Sebelumnya, Siti Ch. Fajrijah pernah gagal dalam pemilihan Deputi Gubernur BI.

Rutinitas seperti ini masih tetap akan berlangsung pada pemilihan Deputi Gubernur BI mendatang. Calon yang sempat tertunda, seperti Made Sukada dan Kusumaningtuti, yang masing-masing kalah saat berhadapan dengan Budi Mulya dan Ardhayadi, masih bisa bersabar untuk menjadi Deputi Gubernur BI.

Budi Mulya, yang kini menjabat Direktur Perencanaan Strategis dan Humas BI, akan menggantikan Aslim Tadjuddin sebagai Deputi Gubernur Bidang Moneter. Sedangkan, Ardhayadi yang menjabat Direktur Pengawasan Bank 2 BI menggantikan Bun Bunan Hutapea sebagai Deputi Gubernur Bidang Manajemen Internal.

Ketua Komisi XI DPR RI, Awal Kusumah, mengatakan, Made Sukada dan Kusumaningtuti dapat memasuki uji kelayakan dan kepatutan pada 2008. “Kelihatannya ada kesinambungan kader. Jadi, mereka adalah bagian yang dipersiapkan untuk memasuki arena 2008,” ujarnya.

Kaderisasi di BI memang cukup mumpuni. Apalagi, kader-kadernya memiliki kepiawaian dalam bidang moneter dan perbankan, yang menjadi tugas utama BI. Mereka tentu sudah disiapkan melanjutkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan BI. Budi Mulya, misalnya, dinilai sebagai arsitek moneter terbaik yang dimiliki BI. Dia pernah menjabat sebagai Direktur Direktorat Pengelolaan Moneter BI pada 2003 hingga Februari 2006.

Dalam curriculum vitae (CV)-nya, daftar pendidikan informal suami Anne S. Mulya ini cukup banyak mencantumkan pendidikan dalam bidang keuangan dan moneter. Bahkan, sarjana ekonomi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jawa Barat, ini termasuk salah satu tokoh yang menelurkan kerangka kebijakan moneter inflation targeting framework (ITF), yang resmi diberlakukan pada Juli 2005.

Ketika menyampaikan visi dan misinya, ayah satu putri dan satu putra ini mengatakan, BI dapat secara best pratices internasional konsisten melaksanakan kebijakan moneter, terutama operasi pasar terbuka (OPT) dan mengoptimalkan pasar keuangan menjadi efisien dan likuid. Hal itu yang harus serius diupayakan dalam berbagai kegiatan karena punya dampak positif terhadap kebijakan moneter, sehingga kebijakan moneter bisa efisien jika pasar keuangannya juga efisien.

Menurut Budi, pasar keuangan yang efisien dan likuid tercermin dalam jumlah instrumen dan peserta pasar yang cukup. Misalnya, saat penerbitan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) oleh pemerintah. Itu satu langkah koordinasi pemerintah dengan BI untuk menciptakan pasar keuangan yang likuid. Soalnya, beragamnya instrumen dan pihak yang terkait di dalamnya bisa menekan biaya. Sehingga, ada efisiensi dari para pihak yang ingin mengerahkan dana melalui pasar keuangan.

Pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, 29 Juli 1954, ini meniti karier di BI pada 1980 sebagai staf bagian neraca pembayaran, urusan ekonomi, dan statistik. Pada 1983, penggemar olahraga golf ini berhasil menyelesaikan studinya di bidang ekonomi di University of Colorado, Boulder, Colorado, Amerika Serikat (AS). Di negara yang sama, pada 1985, Budi Mulya juga menempuh pendidikan master of science in economics di University of Illinois.

Sementara itu, nama Ardhayadi memang tidak sepopuler Budi Mulya. Maklum, sebelum menjadi Direktur Pengawasan Perbankan 2 BI, sejak 2003, dia sempat menjadi nakhoda untuk perwakilan BI di Eropa. Tapi, jauh-jauh hari, Ardhayadi memang sudah dipersiapkan untuk menduduki Deputi Gubernur BI. Jabatan Direktur Pengawasan Perbankan 2 BI yang baru saja diembannya hanya semacam batu loncatan untuk menduduki posisi puncak.

Ardhayadi dikenal pandai dalam menangani keuangan internal. Tidak salah jika dia terpilih sebagai Deputi Gubernur BI Bidang Manajemen Internal. Apalagi, dia pernah menjadi Direktur Keuangan Intern BI selama 2003-2004. Begitu pula di bidang perbankan, berbagai pengalaman pernah dienyam selama beberapa tahun berkiprah di pengawasan perbankan.

Dalam uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komisi XI DPR RI, mahasiswa teladan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pada 1971 yang lulus sarjana akuntansi pada 1976 ini mengatakan, BI harus mampu menjaga ketahanan perekonomian dan sistem keuangan nasional dalam menghadapi perubahan dan dinamika pasar keuangan serta gejolak perekonomian dunia. Dia juga mengatakan, terjadinya permasalahan US subprime mortgage yang berdampak pada kesulitan likuiditas memicu gejolak harga di pasar saham dan keuangan internasional.

“Tantangan yang dihadapi pemerintah selaku (pemangku) otoritas fiskal dan sektor riil seakan kompleks dalam menghadapi arus dan proses globalisasi. Untuk ke depan, koordinasi (pemangku) otoritas moneter dan pemerintah menjadi sangat penting,” tegasnya.

Dalam hal keuangan, Ardhayadi mengatakan, pengembangan pembentukan lembaga keuangan, khususnya bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), perlu supaya dapat diarahkan untuk memperkuat ketahanan perekonomian nasional. “Menghadapi globalisasi keuangan dewasa ini, maka ekonomi Indonesia memerlukan lembaga keuangan yang khusus dibentuk untuk melayani UMKM,” ujarnya.

Pria kelahiran Yogyakarta, 2 Februari 1952, ini sempat beberapa kali menjadi direktur di BI. Selama 2000-2001, misalnya, dia menjadi Direktur Pemeriksaan Bank Pemerintah dan 2001 hingga 2002 menjadi Direktur Pimpinan Bank Indonesia/Koordinator Kantor Bank Indonesia Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pada 2002 hingga 2003, dia kembali menjadi Direktur Pemeriksaan Bank Pemerintah, 2003 hingga 2004 menduduki jabatan Kepala Kantor Perwakilan BI di Eropa, dan 2003 hingga 2004 menjadi Direktur Keuangan Intern. Pada 2004 hingga 2007, dia kembali menjadi Kepala Kantor Perwakilan BI di Eropa. Dia juga pernah menjabat Direktur Pengawasan Bank 2 pada 2007.

Ardhayadi memulai karier di BI sejak 1978. Dia meraih gelar master of arts in development banking dari University of American, Washington DC, AS, pada 1986. Kini, dia masih sempat meluangkan waktunya untuk mengajar di beberapa perguruan tinggi di Jakarta, Semarang, dan Yogyakarta. Ardhayadi juga pernah tercatat sebagai staf di kantor akuntan (1974-1976), Kantor Pusat Bank Tabungan Negara (BTN) (1977), dan analis underwritter di PT Danareksa Jakarta (1978).